KARAKTERISTIK KARBON AKTIF BERBAHAN DASAR BAMBU
Karbon aktif dapat
dibuat dari berbagai macam bahan dasar yang mengandung karbon. Karbon aktif
yang berbahan dasar dari kayu mempunyai struktur pori-pori besar yang jauh
lebih teratur dibandingkan karbon aktif berbahan dasar batu bara. Ada 3
kriteria bahan dasar yang dapat dibuat sebagai karbon aktif, yaitu bahan dasar
harus mengandung karbon, pengotor pada bahan dasar harus dijaga seminimal
mungkin, bahan dasar harus memiliki kualitas yang konstan. Konsentrasi pengotor
yang serendah mungkin sangat penting karena setelah proses aktivasi juga akan
terbentuk senyawa-senyawa pengotor tersebut dengan konsentrasi yang lebih
tinggi.
Bambu merupakan
tanaman yang sangat terkenal dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia
terutama di daerah Jawa Barat. Saat ini, terdapat lebih kurang 125 jenis
tanaman bambu di Indonesia dan jumlahnya yang melimpah. Bambu adalah tanaman
dengan laju pertumbuhan tertinggi di dunia, dilaporkan dapat tumbuh 100 cm (39 in)
dalam 24 jam. Bambu memiliki kadar karbon dan oksigen melebihi 90% dari
beratnya. Dari hasil penelitian sifat kimia bambu diperoleh data bahwa bambu
memiliki kadar selulosa 42,4%-53,6%, kadar lignin berkisar antara 19,8%-26,6%,
kadar pentosan 1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77%, kadar air 15%-20% dan kadar
silika 0,10%-1,78%. Suatu penelitian menunjukkan arang hasil proses karbonisasi
dari bahan dasar bambu memiliki daya adsorbsi yang sangat baik terhadap Fe dan
Mn dibandingkan Serbuk Karbon Aktif (PAC/Powdered
Activated Carbon) berbahan dasar kayu dan batu bara. Hal ini membuat bambu
merupakan bahan dasar pembuatan karbon aktif yang baik sebagai pengolah limbah
cair dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.
Pada umumnya,
proses pembuatan karbon berpori atau yang biasa disebut karbon aktif melalui
tiga tahapan yaitu dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi. Proses karbonisasi
merupakan proses pembentukan karbon dari bahan baku. Sedangkan aktivasi adalah
proses pengubahan karbon dari daya serap rendah menjadi karbon yang mempunyai
daya serap tinggi.
Pada penelitian
terdahulu telah dilakukan pembuatan karbon aktif dengan bahan dasar dari 4
jenis bambu yang berbeda, yaitu bambu tali (Gigantochloa
apus Kurz), bambu ater (Gigantochloa
ater Kurz), bambu andong (Gigantochloa
verticillata Munro), dan bambu betung (Dendrocalamus
asper Back). Hasil yang didapatkan bambu andong memiliki daya serap iodine
terbaik sebesar 1150 mg/g. Dari hasil tersebut bambu andong merupakan salah
satu jenis bambu terbaik untuk pembuatan karbon aktif. Saat ini telah dilakukan
juga penelitian dengan metode karbonisasi terhadap bambu Moso (Phyllostachys
pubescens) dan bambu Ma (Dendrocalamus
latiflorus) dengan cara pemanasan pada varying furnace temperatures pada atmosfer N2 (500
mL/min) dan laju pemanasan (v) = 100C/min dari temperatur ruang
sampai 8000C diperoleh hasil pengukuran luas permukaan dengan metode
BET untuk bambu Moso sebesar 486.80 (m2/g) dan bambu Ma sebesar
464.70 (m2/g).
Proses selanjutnya
adalah melakukan aktivasi. Residu yang dihasilkan proses karbonisasi bukan
merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan tar yang memiliki titik
didih tinggi. Aktivasi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pembentukan
pengotor dan produk sampingan. Maka diperlukan metode untuk memecah ikatan hidrokarbon
atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga karbon yang dihasilkan
memiliki luas permukaan dan daya adsorpsi yang besar. Pada umumnya terdapat 2
metode aktivasi, yaitu aktivasi kimiawi dan aktivasi fisika. Metode yang cukup
terkenal baru-baru ini adalah dengan metode aktivasi terkontrol dengan cara
penambahan activating agent serta
mengalirkan gas inert N2 dengan maksud agar tidak terdapat oksigen
yang dapat menyebabkan pembakaran karbon.
Iradiasi Gelombang
ultrasonik merupakan suatu metode alternatif yang dapat dipakai untuk
melengkapi metode aktivasi terkontrol. Gelombang ultrasonik dipakai untuk
membantu menghilangkan debu dan zat pengotor sisa dari proses karbonisasi
bersama dengan activating agent
sebelum akhirnya diaktivasi secara fisika dengan pemanasan pada atmosfer N2.
Efek kimia yang timbul oleh gelombang ultrasonik terjadi karena kavitasi
akustik, yaitu, pembentukan, pengembangan dan pecahnya gelembung dalam cairan.
Ketika permukaan larutan padat-cair dikenai ultrasonik, pecahnya gelembung
kavitasi sekitar permukaan menyebabkan turbulensi dalam larutan. Hal ini
menyebabkan gelombang dan kecepatan tinggi dari mikrojet pelarut yang
berinteraksi pada permukaan padatan dapat membersihkan gugusan-gugusan kecil
dan pengotor pada permukaan dan pori-pori karbon aktif. Beberapa penelitian
bahkan melakukan percobaan dengan menradiasikan karbon aktif yang telah jadi dengan
campuran senyawa HNO3 hasil yang didapatkan kadar abu berkurang
hingga 18, 4% dari kadar karbon aktif awal.